TUGAS UJIAN TENGAH SEMESTER
MATA KULIAH TEORI KESEJAHTERAAN SOSIAL
DASAR
Ika Laelasari (1106059410), Oktober 2012
1.
a. Konsep Modern
Conservatism
Ciri yang paling
menonjol dari modern konservatisme adalah konsep mengenai free market dan liberalisme. Pandangan ini menganggap bahwa pasar
bebas (free market) akan bekerja
sangat baik untuk menghasilkan kesejahteraan. Dengan adanya pasar bebas maka
investasi akan meningkat dan pertumbuhan ekonomi juga akan meningkat. Dengan
meningkatnya pertumbuhan ekonomi ini akan memberikan “trickle down effect” atau efek tetesan ke bawah seperti meluasnya
lapangan pekerjaan dan tingginya upah.
Nekonservatisme adalah
pandangan yang menentang adanya intervensi pemerintah dan kolektivisme.
Pandangan ini menganggap adanya konsep welfare
state sebagai gangguan. Seperti apa yang diungkapkan oleh Kristol :
“market inequalities
are reflection of natural inequalities, so that any attempt to interfere with
them, e.g through a welfare state, is an unnatural attempt to portray the wealth
creators as villains and the unproductive as victim.”[1]
“ketidakseimbangan
pasar adalah refleksi ketidakseimbangan alami sehingga
setiap upaya untuk mengganggunya,
misalnya melalui negara
kesejahteraan, merupakan suatu kejahatan.”
Murray juga berpendapat bahwa “war on poverty had created more poor people rather than less since
generous benefits encourage familiy breakdown”[2]
yang maknanya adalah perang terhadap kemiskinan, yang dimaksud disini adalah welfare state, menciptakan
lebih banyak orang miskin ketimbang sedikit keuntungan dan mendorong perpecahan
keluarga dan pengangguran.
Paham ini menjunjung tinggi konsep
liberalisme. Sehingga peran pemerintah sangatlah kecil. Keputusan-keputusan
demokratis hanya terbatas dalam bidang kenegaraan saja, yang bertugas sebagai
penjamin keberadaan pasar bebas. Beberapa asumsi mendasar posisi
liberal
adalah:
•
Pasar mengatur dirinya sendiri, di mana pasar mengamankan aturan penawaran atas
barang-barang materiil dan non-materiil berdasarkan permintaan masyarakat.
•
Kebebasan mempunyai prioritas mutlak terhadap persamaan dan solidaritas,
prioritas utama kedudukan individu terhadap masyarakat.
•
Kebebasan terealisasi langsung lewat pasar. Pengekangan (terutama) terhadap
kebebasan pasar dapatlah disamakan dengan pengekangan sama sekali kebebasan dan
karenanya ditolak.
•
Negara menerima tugas, menciptakan persyaratan-persyaratan bagi pasar dan risko
sosial yang menimpa manusia ketika terjerumus ke kondisi darurat tanpa
kesalahannya. Paling tidak, mengamankannya dari tuntutan nilai-nilai dasar.
Wilayah politis yang terkurung sempit ini diregulasi oleh demokrasi. Negara
hanyalah berwenang membuat kerangka tatanan masyarakat.
•
Gambaran tentang manusia berorientasikan kebebasan, yang membedakan satu sama
lainnya oleh prestasi dan hidup sebagai makhluk pemaksimal manfaat.
•
Konsep-konsep liberal bertolak dari bank sentral yang independen, yang terutama
target prioritasnya adalah stabilitas nilai uang.[3]
b. Konsep Social Democracy
Sosial
demokrasi meupakan paham “jalan tengah”, antara paham kanan, yaitu
Konnservatisme Modern dan paham kiri, yaitu Radikalisme Baru. "Jalan
Ketiga" itu berupaya untuk menghidupkan kembali budaya madani,
mengusahakan sinergi antara sektor publik dengan sektor swasta, memanfaatkan
dinamika pasar sambil tetap selalu memikirkan kepentingan umum.
Sosial
demokrat adalah mereka yang ingin membawa ekonomi kapitalis di bawah beberapa
dari kontrol kolektif menggunakan reformasi statis dan gradualis yang lebih ambisius
dan intervensionis daripada yang disukai oleh para pemikir di atas atau bahkan
oleh pendukung kapitalisme pasar sosial. Sosial demokrat meminjam dari tradisi
modernis berpikir dorongan untuk melangkah di luar parameter yang telah
diberikan, untuk merekayasa ulang
di mana kita berada dengan realitas pencitraan sosial alternatif sesuai dengan
prinsip-prinsip universal dan cita-cita.[4]
Menurut Giddens , demokrasi
sosial memerlukan keadaan investasi
sosial dimana implikasi kesetaraan dimasukkan dengan cara masyarakat, melalui
distribusi pendapatan dan kekayaan.[5]
Dari pernyataan di atas terlihat bahwa sosial
demokrasi berusaha memasukkan intervensi pemerintah untuk mengawasi pasar. Paradigma
ini memandang bahwa ekonomi tidak bisa diserahkan seutuhnya kepada pasar. Perlu
adanya intervensi pemerintah untuk mengatur dan mengawasi perekonomian agar
bisa mewujudkan kesejahteraan.
Salah satu bentuk intervensi
pemerintah adalah dalam pengaturan pajak. Pemerintah menaikkan pajak untuk
melindungi ekonomi dalam negeri dan sebagai sumber dana jaminan sosial bagi
seluruh warganya.
c. Perbedaan Modern Conservatism dan Social
Democracy
Antara paham Modern Conservatism dan Social
Democracy memiliki banyak perbedaan. Pertama, dari segi peran pemerintah
dalam megontrol pasar. Pada paradigma konservatisme modern peran pemerintah
terhadap pasar sangatlah kecil. Perekonomian dianggap lebih baik diserahkan
kepada mekanisme pasar. Sehingga kaum ekonomi atas dan kaum ekonomi bawah
dibiarkan berjalan sendiri-sendiri mengikuti pasar. Sedangkan pada paradigma
Sosial Demokrasi pemerintah turut intervensi dalam mengatur pasar, meski tidak
sebesar pada paham radikal.
Kedua, perbedaan dalam pengaturan
pajak. Pada paradigma Konservatisme Modern pemerintah menurunkan pajak agar
semua pelaku ekonomi baik kolektif maupun individu bisa masuk pasar. Hal ini
bertujuan agar pertumbuhan ekonomi meningkat sehingga terjadi “trickle down effect” atau efek tetesan
kebawah dimana pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan memberikan manfaat untuk
kaum bawah, seperti luasnya lapangan pekerjaan dan tingginya upah. Sedangkan
pada paradigma Sosial Demokrasi pemerintah menaikkan pajak agar mencegah
munculnya pasar bebas dan kapitalisme. Dana pajak ini juga yang kemudian
menjadi sumber dana untuk bantuan dan jaminan sosial bagi masyarakat.
Ketiga, perbedaan dalam hal pemberian bantuan dan
jaminan sosial. Pada paradigma Konservatisme Modern pemberian bantuan oleh
pemerintah jumlahnya sangat minim. Pemberian bantuannya lebih bersifat
residual. Sedangkan pada paradigma Sosial Demokrasi, bantuan yang dberikan
kepada masyarakat jumlahnya cukup besar. Dana yang digunakan untuk bantuan dan
jaminan sosial ini berasal dari dana pajak yang tinggi.
2.
New Radicalism
New radicalism menganggap bahwa materialisme
merupakan contoh dari pengembangan secara teoritis mengenai egalitarian. Egalitarian merupakan paham
yang menganut tentang persamaan dan kesetaraan. Salah satu implikasi dari
analisis pakar Temkin (1993) adalah kesetaraan berjalan dari paradoks dan
intorensi yang diperlakukan sebagai prinsip yang dapat berdiri sendiri.[6] Jadi paham ini lebih menekankan adanya persamaan dan
kesetaraan.
Dalam mewujudkan persamaan dan kesetaraan inilah peran pemerintah sangat
mendominasi. Dengan adanya dominasi negara ini, menyebabkan peran pasar sangat
kecil. Pemerintah menetapkan pajak yang tinggi untuk mencegah terjadinya free market. Aset-aset kepemilikan tanah
dikuasai oleh negara untuk mewujudkan kesetaraan.
Paham ini sangat menentang adanya privatisasi aset karena akan menimbulkan
kapitalisme.
Paham ini menganggap
bahwa adanya kontrol yang besar dari pemerinah pasar bisa mengalokasikan barang
dengan sangat efisien tanpa mengesampingkan sumberdaya manusia dan non-manusia.
Tidak seperti pasar dalam kapitalis yang didasarkan pada kepemilikan dan laba.
Pasar dalam sistem sosialis dioperasikan dalam kontreks institusi dan dibentuk
melalui kriteria-kriteria tertentu. Pasar sosialis tidak menyetujui kaum
liberal yang mempertahankan ruang kebebasan individu dan keputusan
desentralisasi, namun sistem pasar sosialis hanya menyediakan kebutuhan yang
minim untuk menjadi negara kesejahteraan karena adanya masalah pengangguran dan
upah yang rendah.[7]
3.
a. Insecuritas
Sebelum membahas
insecurities maka disini haruslah dimengerti dulu apa itu security. Merasa aman
apabila terpenuhinya empat dimensi, yaitu : pertama, aman dari segi keuangan (financial), dapat memprediksi
kehidupan, perlindungan terhadap kriminalitas, dan keamanan psokologi.
Pertama, keamanan
keuangan yaitu saat mereka mendapatkan pendapatan yang stabil, dan tetap.
Ketika ia memiliki pendapatan yang pasti serta stabil dengan diimbangi oleh
keadaan dimana harga-harga barang pokok juga stabil maka orang tersebut akan
merasakan bahwa dirinya itu aman. Kedua, dapat memprediksi ( predictability of ones daily life ). Memiliki pekerjaan tetap
yaitu dimana orang tersebut memiliki pekerjaan yang benar-benar pasti atau
permanen. Dalam hal ini seseorang merasa lebih aman apabila dia mempersiapkan
segala kemungkinan hal-hal apa yang akan terjadi. Menurut masyarakat daripada
keamanan akan pendapatan, lebih baik ketika mereka bisa memperhitungkan kehidupan
hari esok. Ketiga, perlindungan terhadap kriminalitas. Perasaan aman,
ketidakamanan muncul dari kurangnya atau ketidak berfungsian akan hukum dan
aturan, sehingga kriminalitas meningkat. Maka apabila kriminalitas tersebut
meningkat masyarakat akan merasa tidak aman. Keempat, keamanan psikologi. Keamanan
dalam hal ini apabila keadaan emosi atau jasmani serta rohani merasa terpenuhi.
Adanya kelompok sosial akan sangat membantu untuk mengurangi rasa
ketidakamanan.[8]
Jadi,
insecuritias adalah takut, tidak merasa aman dan terjadi gangguan serta
hambatan dalam menghadapi kehidupan apabila tidak terpenuhinya salah satu
dimensi-dimensi keamanan tersebut.
Sementara
Fitzpatrick menefinisikan insecurities berasal dari alam (bencana alam),
mengangkang banyak batas-batas alam dan sosial (seperti kasus ini dalam risiko
yang terkait dengan pemanasan global, polusi, kelangkaan sumber daya, dll)
sementara yang lain berasal dari aspek sosial (seperti dalam kasus
ketidakamanan kerja). Ketidakamanan tampaknya berasal dari ketidakpastian
tentang masa depan dikombinasikan dengan kurangnya kekuatan untuk mengendalikan
masa depan itu.[9]
b. Insecurities dalam konsep Modern Conservatism dan Social Democracy
Pada paradigma
modern conservatism peran pemerintah sangatlah kecil sehingga peran pasar
sangat besar. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
diharapkan memunculkan “trickle down effect”. Tetapi seringkali fakta
menunjukkan bahwa free market membawa
dampak bagi kesenjangan sosial yang tinggi.
Paradigma ini menjunjung tinggi kesejahteraan
masing-masing individu. Hal ini menyebabkan kesenjangan sosial yang tinggi, yang
kaya bisa menjadi makin kaya dan yang miskin bisa juga makin miskin ataupun
justru menjadi kaya jika dia mau berusaha. Pemerintah memberikan kesejahteraan
dengan memberikan bantuan seperti jaminan sosial dll dengan syarat yaitu
apabila orang tersebut mengalami keadaan yang benar-benar sudah tidak mampu
lagi untuk memenuhi kebutuhannya. Maka yang mengalami insecurities disini adalah orang-orang yang miskin atau powerless.[10]
Besarnya kekuatan pasar bebas juga menyebabkan
matinya usaha-usaha kecil menengah. Pasar bebas juga bisa memunculkan
kapitalisme model baru. Selain itu, kecilnya kontrol pemerintah menyebabkan
terjadinya insecurities baik bidang
ekonomi maupun sosial politk karena sangat bergantung pada keadaan ekonomi
pasar.
Sedangkan pada paradigma Social Democracy pemerintah
bisa mengontrol pasar dengan menaikkan pajak. Pajak yang tinggi menyebabkan
sektor ekonomi privat mengalami ketidakamanan karena keuntungan mereka akan
semakin kecil. Hal ini bisa menyebabkan pertumbuhan ekonomi tidak akan sebesar
jika diserahkan pada free market.
Ketika pertumbuhan ekonomi kecil maka pajak yang ditarik juga kecil. Padahal
pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk menyediakan jaminan sosial
kepada semua masyarakat. Sehingga beban yang ditanggung pemerintah menjadi
sangat besar. Jika keadaan ini tidak dapat diatasi maka pemerintah akan
mengurangi jumlah bantuan dan jaminan sosial kepada mayarakat. Hal ini yang
kemudian menimbulkan insecurities
pada masyarakat terutama kelas bawah.
Selain itu,
insecurities muncul karena adanya penyamaan besaran pajak antara kaum atas dan
kaum bawah. Penyamaan pajak tersebut tidak bersifat adil karena kaum atas
memiliki nilai pajak yang sama tapi saat pemberian pelayanan kaum atas biasanya
lebih mendapatkan pelayanan lebih sehingga menimbulkan ketidakamanan bagi
golongan bawah.
DAFTAR
PUSTAKA
Fitzpatrick, Tony. 2005. New Theories of
Welfare. New York : Palgrave Macmillan
Gombert, Tobias, dkk. Landasan Sosial Demokrasi. Friedrich-Ebert-Stiftung. Hal. 68-69
Ebook: Anxiety, Fear ,and Insecurities
Makalah kelompok 1.
2012. Teori Kesejahteraan Sosial Dasar:
Hubungan Insecurities Dengan New Social Democration, New Radicalism dan Neo
Konservatism
[1]
Fitzpatrick, Tony. 2005. New Theories of Welfare. New York : Palgrave
Macmillan. p. 8
[2] Ibid, p. 9
[3] Gombert, Tobias, dkk. Landasan Sosial Demokrasi. Friedrich-Ebert-Stiftung. Hal. 68-69
[4] Ibid, p. 13
[5] Ibid, p. 16
[6] Ibid, p. 26
[7] Ibid, p. 28
[8] Ebook: Anxiety,
Fear ,and Insecurities. p.152-153
[9] Fitzpatrick, Tony. 2005. New
Theories of Welfare. New York : Palgrave Macmillan. p. 73
[10]
Makalah kelompok 1. 2012. Teori
Kesejahteraan Sosial Dasar: Hubungan Insecurities Dengan New Social
Democration, New Radicalism dan Neo Konservatism
Tidak ada komentar:
Posting Komentar